Akhir-akhir ini aku sering merasa aneh.
Sulit fokus, gampang bosan, dan entah kenapa otakku kayak terus mencari hal baru.
Begitu mulai baca buku atau ngerjain sesuatu, tangan ini malah pengin buka ponsel dan scroll media sosial. Awalnya kupikir cuma capek, tapi ternyata bukan. Ini gejala brainrot.
Brainrot itu kondisi saat otak kita lelah karena kebanyakan konsumsi konten pendek.
Video satu belum selesai, udah pindah ke yang lain. Tiap detik ada rangsangan baru, lucu, menarik, cepat. Lama-lama otak terbiasa sama ritme itu. Akhirnya, hal-hal yang butuh waktu lebih lama kayak baca, belajar, atau mikir dalam, jadi terasa berat banget.
Ternyata, ada riset yang bilang kalau kebiasaan ini memang bisa ngaruh ke otak.
Kata Shanmugasundaram dan Tamilarasu (2023), terlalu banyak paparan digital bisa ganggu bagian otak yang ngatur fokus dan pengendalian diri. Sementara Méndez dkk. (2024) nemuin kalau kecanduan internet dan ponsel bisa ganggu sistem “reward” di otak, bikin kita terus nyari sensasi cepat tanpa sadar. Makanya, kadang kita buka aplikasi tanpa tahu kenapa, kayak cuma pengin ada yang baru aja.
Selain itu, media sosial juga bikin kita gampang ngebandingin diri. Menurut Montag dkk. (2023), hal ini bisa bikin otak sering “gagal” di hal-hal kecil: lupa, nggak fokus, dan gampang terdistraksi. Dan riset dari Chiossi dkk. (2023) nemuin kalau kebiasaan nonton video pendek bisa nurunin kemampuan otak buat nginget hal-hal yang mau kita lakuin nanti. Karena otak kita kebanyakan ganti konteks, jadi susah fokus lama-lama.
Tapi kabar baiknya, otak bisa pulih.
Manusia punya kemampuan yang disebut neuroplasticity, artinya otak bisa memperbaiki diri dan bikin koneksi baru.
Selama kita kasih waktu dan ruang buat dia sembuh, pelan-pelan otak bakal balik normal.
Caranya ternyata sederhana:
- Kurangi waktu layar, kasih jeda buat otak istirahat.
Biasain baca atau nulis, biar otak terbiasa sama proses yang pelan. - Coba deep work, kerja atau belajar tanpa gangguan.
- Dan olahraga, karena terbukti bisa bantu regenerasi sel otak dan bikin suasana hati lebih baik (Ratey & Loehr, 2011).
Pulih dari brainrot bukan berarti harus jauh dari teknologi.
Kita cuma perlu lebih sadar.
Kasih waktu buat otak bernapas, berpikir, dan ngerasain dunia nyata di sekitar kita.
Pelan-pelan, bakal ngerasain perubahan.
Fokus mulai balik. Pikiran lebih tenang.
Dan mungkin, untuk pertama kalinya setelah lama banget, bisa menikmati diam tanpa merasa bosan.
—–
Referensi:
Shanmugasundaram, M., & Tamilarasu, A. (2023). The impact of digital technology, social media, and artificial intelligence on cognitive functions: A review. Frontiers in Cognition.
Méndez, M. L., et al. (2024). Effects of internet and smartphone addiction on cognitive control and reward processing. Neuroscience & Biobehavioral Reviews.
Montag, C., et al. (2023). Social media use and everyday cognitive failure. BMC Psychiatry.
Chiossi, F., Haliburton, L., Ou, C., Butz, A., & Schmidt, A. (2023). Short-form videos degrade our capacity to retain intentions: Effect of context switching on prospective memory. arXiv preprint.
Ratey, J. J., & Loehr, J. E. (2011). The positive impact of physical activity on cognition during adulthood: A review of underlying mechanisms. Acta Psychologica.

Leave a Reply